Makalah Lengkap Peran Mikroba Mikoriza terhadap Tanaman

Written By Media Pertanian on Friday, August 12, 2022 | 2:37 PM

 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mikoriza adalah jamur yang hidup di dalam tanah dan dapat berasosiasi dengan tumbuhan. Mikoriza yang terbentuk pada tumbuhan dapat dibedakan berdasar struktur tumbuh dan cara infeksinya pada sistem perakaran inang yang dikelompokkan ke dalam tiga golongan besar yaitu ektomikoriza (ECM), endomikoriza (VMA atau FMA) dan ektendomikoriza (Setiadi, 2001). Jika dibandingkan dengan tumbuhan yang tidak memiliki mikoriza, akar tumbuhan yang memiliki mikoriza ternyata lebih efisien karena penyerapan air dan hara dibantu jamur. Benang-benang hifa jamur memiliki akses dan jangkauan lebih luas dalam mengeksploitasi nutrisi pada suatu area (Smith and Read, 1997).

Mikoriza berpotensi besar sebagai pupuk hayati karena salah satu sumber mikroorganisme. Mikroorganisme tersebut dapat memfasilitasi penyerapan hara dalam tanah sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Akan tetapi adakalanya asosiasi mikoriza tidak selalu menguntungkan tanaman inangnya tergantung pada faktor lingkungan (Paul and Pang, 1980). Dengan demikian hanya beberapa atau tidak semua mikoriza bermanfaat bagi tanaman inangnya. karena terdapat perbedaan kemampuan spesies mikoriza dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman, maka perlu dilakukan identifikasi mikoriza dari beberapa family tumbuhan yang akan di jadikan sebagai sumber Mikoriza.

Dari berbagai hasil penelitian yang telah dilakukan membuktikan bahwa bobot buah tomat (Hasbi, 2005) yang diinokulasikan dengan fungi mikoriza dapat meningkat masing-masing sebesar 76,1% dan 85% dibandingkan kontrol. Beberapa manfaat mikoriza bagi pertumbuhan tanaman antara lain: (1) meningkatkan penyerapan unsur hara tanaman dari dalam tanah. Hal ini disebabkan mikoriza secara efektif dapat meningkatkan penyerapan unsur hara makro dan beberapa unsur hara mikro. Eksplorasi hifa pada media tumbuh juga lebih luas dibandingkan dengan akar tanaman (Satomura et al. 2009; Santoso at al. 2009); (2) Meningkatkan ketahanan terhadap kekeringan. Pada akar bermikoriza kerusakan jaringan kortek tidak akan bersifat permanen. Akar bermikoriza akan cepat pulih, karena hifanya masih mampu menyerap air pada pori tanah, dan penyebaran hifa yang luas akan dapat menyerap air lebih banyak (Querejeta et al. 2003), dan (3) Meningkatkan ketahanan terhadap serangan patogen. Mikoriza dapat berfungsi sebagai pelindung biologi bagi terjadinya infeksipatogen akar, perlindungan ini terjadi karena adanya lapisan hifa sebagai pelindung fisik dan antibiotika yang dikeluarkan oleh mikoriza (Whipps 2004) dan (4) Menghasilkan beberapa zat pengatur tumbuh. Fungi mikoriza dapat menghasilkan hormon auksin, sitokinin, gibberelin, dan vitamin yang bermanfaat untuk inangnya (Allen et al, 2003). Auksin dapat berfungsi untuk mencegah atau menghambat proses penuaan dan suberinasi akar sehingga umur dan fungsi akar dapat diperpanjang. Manfaat lainnya ialah (5) Beberapa fungi ektomikoriza menghasilkan tubuh buah yang dapat dimakan/dikonsumsi oleh manusia, sehingga memberikan hasil hutan non kayu yang bernilai ekonomi dan gizi yang tinggi, dari hasil penelitian ini diharapkan akan ditemukan beberapa sumber Jamur Mikoriza Vesikular Albuskular dari lahan gambut (Hall et al. 2003).

Berdasarkan hal tersebut sehingga makalah ini disusun untuk memberikan informasi terkait dengan mikoriza.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu mikoriza?

2. Bagaimana syarat tumbuh mikoriza?

3. Bagaimana proses kerja mikoriza?

4. Bagaimana peranan mikoriza terhadap tanaman?

5. Bagaimana hasil penelitian terkait pemanfaatan mikoriza?

1.3 Tujuan 

1. Untuk mengetahui apa itu mikoriza.

2. Untuk mengetahui syarat tumbuh mikoriza.

3. Untuk mengetahui proses kerja mikoriza.

4. Untuk mengetahui peranan mikoriza terhadap tanaman.

5. Untuk mengetahui penelitian pemanfaatan mikoriza.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Mikoriza Vesikular Arbuskular 

Mikoriza Arbuskular (FMA) merupakan asosiasi antara fungi tertentu dengan akar tanaman dengan membentuk jalinan interaksi yang komplek. Mikoriza berasal dari kata miko (mykes = fungi) dan rhiza yang berarti akar. Mikoriza dikenal dengan fungi tanah karena habitatnya berada di dalam tanah dan berada di area perakaran tanaman (rizosfer). Selain disebut sebagai fungi tanah, FMA juga biasa dikatakan sebagai fungi akar. Keistimewaan dari fungi ini adalah kemampuannya dalam membantu tanaman untuk menyerap unsur hara terutama unsur hara fosfor atau P (Syib’li, 2008).

Secara umum Mikoriza dapat digolongkan menjadi 2 kelompok, Endomikoriza / Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA) dan Ektomikoriza. Mikoriza dalam kelompok Endomikoriza dicirikan dengan adanya struktur berupa vesikel dan arbuskul. Vesikel merupakan penggelembungan hifa MVA yang berbentuk bulat dan berfungsi sebagai tempat penyimpan cadangan makanan. Arbuskul merupakan sistem percabangan hifa yang kompleks, bentuknya seperti akar yang halus. Arbuskul berfungsi sebagai tempat pertukaran nutrisi antara jamur dan tanaman. MVA termasuk kelompok mikoriza yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai pupuk hayati (biofertilizer) (Kasiono, 2011). 

Mikoriza merupakan salah satu kelompok fungi yang bersimbiosis mutualisme dengan akar tanaman tingkat tinggi (Rao, 1994). Mikoriza vesikular-arbuskular (MVA) merupakan salah satu kelompok endomikoriza dari familia Endogonaceae yang memiliki ciri khusus yaitu adanya vesikula dan arbuskula (Schinner et al., 1996 dalam Prihastuti, 2007). Baik cendawan maupun tanaman sama-sama memperoleh keuntungan dari asosiasi ini. Asosiasi terjadi bila cendawan masuk ke dalam akar atau melakukan infeksi.

Fungi Mikoriza Arbuskular merupakan tipe asosiasi mikoriza yang tersebar sangat luas dan ada pada sebagian besar ekosistem yang menghubungkan antara tanaman dengan rizosfer. Simbiosis terjadi di dalam akar tanaman yaitu fungi mengolonisasi apoplast dan sel korteks untuk memperoleh karbon hasil fotosintesis dari tanaman.

Mikoriza memiliki peranan bagi pertumbuhan dan produksi tanaman, peranan Mikoriza bagi tanaman sebagai berikut : a) Mikoriza meningkatkan penyerapan unsur hara, b) Mikoriza melindungi tanaman inang dari pengaruh yang merusak yang disebabkan oleh stres kekeringan, c) Mikoriza dapat beradaptasi dengan cepat pada tanah yang terkontaminasi, d) Mikoriza dapat melindungi tanaman dari patogen akar e) Mikoriza dapat memperbaiki produktivitas tanah dan memantapkan struktur tanah. Banyak hasil penelitian yang menunjukkan cendawan Mikoriza mampu meningkatkan serapan hara, baik hara makro maupun hara mikro, sehingga penggunaan Mikoriza dapat dijadikan sebagai alat biologis untuk mengurangi dan mengefisienkan penggunaan pupuk buatan. Data dari penelitian Hapsoh (2005) menyatakan bahwa peranan positif MVA jelas terlihat pada keadaan cekaman kekeringan (40% KL) yaitu meningkatkan hasil biji kering pada tanaman kedelai.

2.2 Syarat Tumbuh Mikoriza

2.2.1 Suhu

Suhu yang relatif tinggi akan meningkatkan aktivitas cendawan. Untuk daerah tropika basah, hal ini menguntungkan. Proses perkecambahan pembentukkan MVA melalui tiga tahap yaitu perkecambahan spora di tanah, penetrasi hifa ke dalam sel akar dan perkembangan hifa didalam konteks akar. Suhu optimum untuk perkembangan spora sangat beragam tergantung jenisnya. Beberapa Gigaspora yang diisolasi dari tanah Florida, di wilayah subtropika mengalami perkecambahan paling baik pada suhu 34°C, sedangkan untuk spesies Glomus yang berasal dari wilayah beriklim dingin, suhu optimal untuk perkecambahan adalah 20°C (Pujianto, 2001).

Penetrasi dan perkecambahan hifa diakar peka pula terhadap suhu tanah.Pada umumnya infeksi oleh cendawan MVA meningkat dengan naiknya suhu. Infeksi maksimum oleh spesies Gigaspora yang diisolasi dari tanah Florida terjadi pada suhu 30-33°C. Suhu yang tinggi pada siang hari (35°C) tidak menghambat perkembangan dan aktivitas fisiologis MVA. Peran mikoriza hanya menurun pada suhu di atas 40°C. Suhu bukan merupakan faktor pembatas utama dari aktifitas MVA. Suhu yang sangat tinggi berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman inang. MVA mungkin lebih mampu bertahan terhadap suhu tinggi pada tanah bertekstur berat daripada di tanah berpasir (Schreder, 1974 dan Atmaja 2001)

2.2.2 pH Tanah

Cendawan pada umumnya lebih tahan lebih tahan terhadap perubahan pH tanah. Meskipun demikian daya adaptasi masing-masing spesies cendawan MVA terhadap pH tanah berbeda-beda, karena pH tanah mempengaruhi perkecambahan, perkembangan dan peran mikoriza terhadap pertumbuhan tanaman. Glomus fasciculatus berkembang biak pada pH masam. Pengapuran menyebabkan perkembangan G. fasciculatus menurun (Mosse, 1981 cit Atmaja, 2001). Demikian pula peran G. fasciculatus di dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman pada tanah masam menurun akibat pengapuran (Santoso, 1988). Pada pH 5,1 dan 5,9 G. fasciculatus menampakkan pertumbuhan yang terbesar, G. fasciculatus memperlihatkan pengaruh yang lebih besar terhadap pertumbuhan tanaman justru kalau pH 5,1 G. mosseae memberikan pengaruh terbesar pada pH netral sampai alkalis (pH 6,0-8,1). Perubahan pH tanah melalui pengapuran biasanya berdampak merugikan bagi perkembangan MVA asli yang hidup pada tanah tersebut sehingga pembentukan mikoriza menurun (Santosa, 1989).Untuk itu tindakan pengapuran dibarengi tindakan inokulasi dengan cendawan MVA yang cocok agar pembentukan mikoriza terjamin.

2.2.3 Bahan Organik

Bahan organik merupakan salah satu komponen penyusun tanah yang penting disamping air dan udara.Jumlah spora MVA tampaknya berhubungan erat dengan kandungan bahan organic didalam tanah. Jumlah maksimum spora ditemukan pada tanah-tanah yang mengandung bahan organic 1-2 persen sedangkan pada tanah-tanah berbahan anorganic kurang dari 0,5 persen kandungan spora sangat rendah (Pujianto, 2001). Residu akar mempengaruhiekologi cendawan MVA, karena serasah akar yang terinfeksi mikoriza merupakan sarana penting untuk mempertahankan generasi MVA dari satu tanaman ke tanaman berikutnya. Serasah akar tersebut mengandung hifa,vesikel dan spora yang dapat menginfeksi MVA. Disamping itu juga berfungsi sebagai inokulasi untuk tanaman berikutnya.

2.2.4 Cahaya dan Unsur Hara

Bjorman Gardemann (1983) cit Atmaja (2001) menyimpulkan bahwa dalam intensitas cahaya yang tinggi kekahatan nitrogen atau fosfor akan meningkatkan jumlah karbohidrat di dalam akar sehingga membuat tanaman lebih peka terhadap infeksi cendawan MVA. Derajat infeksi terbesar terjadi pada tanahtanah yang mempunyai kesuburan yang rendah. Pertumbuhan perakaran yang sangat aktif jarang terinfeksi oleh MVA. Jika pertumbuhan dan perkembangan akar menurun infeksi MVA meningkat. Peran mikoriza yang erat dengan peyediaan P bagi tanaman menunjukkan keterikatan khusus antara mikoriza dan status P tanah.Pada wilayah beriklim sedang konsentrasi P tanah yang tinggi menyebabkan menurunnya infeksi MVA yang mungkin disebabkan konsentrasi P internal yang tinggi dalam jaringan inang (Setiadi, 2001). 

Hayman (1975) dalam Atmaja (2001) mengadakan studi yang mendalam mengenai pemupukan N dan P terhadap MVA pada tanah di wilayah beriklim sedang. Pemupukan N (188 kg N/ha) berpengaruh buruk terhadap populasi MVA. Petak yang tidak dipupuk mengandung jumlah spora 2 hingga 4 kali lebih banyak dan berderajat infeksi 2 hingga 4 kali lebih tinggi dibandingkan petak yang menerima pemupukkan. Hayman mengamati bahwa pemupukkan N lebih berpengaruh daripada pemupukkan P, tetapi peneliti lain mendapatkan keduanya memiliki pengaruh yang sama.

2.3 Mekanisme Kerja Mikoriza

Jamur yang menginfeksi sistem perakaran tanaman inang, akan memproduksi jalinan hifa secara intensif di luar sel akar, di dalam sel akar atau di luar dan di dalam sel akar sekaligus. Hifa jamur memperpanjang daya jelajah akar dalam mencari unsur hara tanah dan air. Luas rizosfir tanaman bermikoriza 100 kali lebih besar dari tanaman tanpa mikoriza.Akar tanaman yang bermikoriza akan mampu meningkatkan kapasitas dalam penyerapan unsur hara (fosfor, nitrogen) dan air.

        Terjadinya infeksi mikoriza pada akar tanaman melalui beberapa tahap, yakni :

a. Pra infeksi. Spora dari mikoriza berkecambah membentuk appressoria.

b. Infeksi. Dengan alat apressoria melakukan penetrasi pada akar tanaman.

c. Pasca infeksi. Setelah penetrasi pada akar, maka hifa tumbuh secara interselluler, arbuskula terbentuk didalam sel saat setelah penetrasi. Arbuskula percabangannya lebih kuat dari hifa setelah penetrasi pada dinding sel. Arbuskula hidup hanya 4-15 hari, kemudian mengalami degenerasi dan pemendekan pada sel inang. Pada saat pembentukan arbuskula, beberapa cendawan mikoriza membentuk vesikel pada bagian interselluler, dimana vesikel merupakan pembengkakan pada bagian apikal atau interkalar dan hifa.

d. Perluasan infeksi cendawan mikoriza dalam akar terdapat tiga fase:

1) Fase awal dimana saat infeksi primer.

2) Fase exponential, dimana penyebaran, dan pertumbuhannya dalam akar lebih cepat .

3) Fase setelah dimana pertumbuhan akar dan mikoriza sama.

e. Setelah terjadi infeksi primer dan fase awal, pertumbuhan hifa keluar dari akar dan di dalam rhizosfer tanah. Pada bagian ini struktur cendawan disebut hifa eksternal yang berfungsi dalam penyerapan larutan nutrisi dalam tanah, dan sebagai alat transportasi nutrisi ke akar, hifaeksternal tidak bersepta dan membentuk percabangan dikotom.

2.4 Peranan Mikoriza terhadap Tanaman

2.4.1 Meningkatkan Penyerapan Unsur Hara

Tanaman yang bermikoriza biasanya tumbuh lebih baik dari pada yang tidak bermikoriza, dapat meningkatkan penyerapan unsur hara makro dan beberapa unsure hara mikro. Selain itu akar tanaman yang bermikoriza dapat menyerap unsure hara dalam bentuk terikat dan tidak tersedia untuk tanaman. Unsure hara yang meningkat penyerapannya adalah N, P, K, Ca, Mg, Fe, Cu, Mn dan Zn. Hubungan antara MVA dengan organisme tanah tidak bisa diabaikan, karena secara bersama-sama keduanya membantu pertumbuhan tanaman (Rungkat, 2009).

2.4.2 Tahan terhadap Patogen 

Nuhamara, (2009) menjelaskan bahwa Mikoriza dapat berfungsi sebagai pelindung biologi bagi terjadinya infeksi patogen akar. Mekanisme perlindungan ini bisa diterangkan sebagai berikut: 

a) Adanya lapisan hifa (mantel) dapat berfungsi sebagai pelindung fisik untuk masuknya pathogen

b) Mikoriza menggunakan hampir semua kelebihan karbohidrat dan eksudat akar lainnya, sehinga tidak cocok bagi patogen.

c) Fungi mikoriza dapat melepaskan antibiotik yang dapat menghambat perkembangan patogen.

2.4.3 Memproduksi Hormon dan Zat Pengatur Tumbuh

Fungi mikoriza dapat memberikan hormon seperti Auxin, Sitokinin, Giberellin, juga zat pengatur tumbuh seperti vitamin kepada inangnya. (Rungkat, 2009)

2.5 Pemanfaatan Mikoriza

Banyak peneliti yang telah melaporkan pemanfaatan mikoriza, diantaranya:

2.5.1 Kombinasi Trichoderma harzianum dan Pupuk Mikoriza untuk Mengendalikan Penyakit Moler pada Tanaman Bawang Merah

Tabel 1. Pengaruh Kombinasi Perlakuan T. harzianum dengan Mikoriza terhadap Keparahan Penyakit Moler


Sumber: Aini, 2018


Berdasarkan hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kombinasi dosis pupuk hayati Mikoriza 10 gram/tanaman dan konsentrasi T.harzianum 108  konidia/mL merupakan kombinasi terbaik untuk menekan perkembangan penyakit moler pada bawang merah.

2.5.2 Respons Tanaman Bawang Merah Terhadap  Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Dan Pemotongan Umbi Pada Gambut 

Tabel 2. Pengaruh Pemotongan Umbi terhadap Berat Kering Umbi

Sumber: Wiliodorus, Sasli dan Syahputra, 2020 2018


Hasil sidik ragam berat kering umbi diketahui bahwa hasil tertinggi terdapat pada perlakuan (p3) yaitu 92,37 g apabila dikonversikan maka diperoleh hasil produksi per hektar 18,47 ton/ha dengan asumsi populasi tanaman 200.000 jarak tanam 15x15 cm. Hasil terendah terdapat pada perlakuan p1 yaitu pemotongan bagian atas umbi bibit bawang merah dengan 62,75 g, jika dikonversikan hasil produksi per hektar 12,55 ton/ha, pada umbi yang tidak diberikan perlakuan (p0) 71,96 g hasil produksi 14,39 ton/ha. Potensi produksi dari bawang merah tajuk berkisar 12-16 ton/ha, dari hasil penelitian tanpa diberikan perlakuan sudah mencapai potensi produksi dari bawang merah.


2.5.3 Hasil Empat Varietas Bawang Merah dengan Aplikasi Pupuk Hayati Mikoriza di Desa Seteluk Kecamatan Batulayar Kabupaten Lombok Barat


Tabel 3. Hasil Pengamatan Demplot Empat Varietas Bawang Merah


Sumber: Astiko et. al., 2018


Dari hasil percobaan tersebut terlihat bahwa dari parameter bobot umbi segar, bobot umbi kering, jumlah daun dan tinggi tanaman per rumpun nampak bahwa pertumbuhan tanaman bawang merah varietas Keta Monca sangat bagus. Dari penampilannya di lapangan varietas ini juga lebih adaptif dengan iklim setempat tetap tumbuh subur dan berumbi bagus. Untak varietas lainnya (Super Filip, Berebes dan Vietnam) nampak harus beradaptasi dengan kondisi iklim setempat. Ini terlihat dari jumlah umbinya banyak, namun umbinya kecil-kecil dan tanamannya mengalami stress. Selain itu, diduga respon bawang merah varietas Keta Monca terhadap pupuk hayati mikoriza sangat bagus, sehingga mampu secara nyata meningkatkan pertumbuhannya. Fakta ini terlihat dari derajat infeksi pada akar yang mencapai 79% dan jumlah spora per 100 g tanah mencapai 3970 spora per 100 g tanah. Iini berdampak bagus pada komponen hasil yaitu bobot umbi segar yang mencapai 127 kg per are atau setara dengan 12,7 ton per ha. Hasil ini sungguh menggembirakan dan melampaui jauh dari rata-rata teknologi konvensional yang biasa dibudidayakan petani yang berkisar pada hasil 6 ton per ha. 

Peningkatan hasil yang tinggi ini disebabkan karena peranan mikoriza yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman dengan sangat baik terutama jika dibarengi dengan pemberian pupuk kandang pada tanaman bawang merah, sehingga pada akhirnya memberikan sumbangan yang nyata dalam peningkatan hasil tanaman. Peranan tersebut yaitu meningkatkan daya serap air, meningkatkan kesediaan unsur hara, meningkatkan kapasitas tukar kation dan meningkatkan aktivitas mikoriza. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya yang mengemukakan efektivitas spora mikoriza indigenus mampu secara efektiv meningkatkan hasil bawang merah (Astiko et al, 2018). Hal yang serupa juga ditemukan pada beberapa tanaman seperti jagung, bawang merah, semangka, kedelai, cabai dan tomat menunjukkan tanaman yang diinokulasi dengan mikoriza memberikan hasil yang lebih baik daripada tanaman yang tidak diinokulasi. Astiko et al. (2013) yang memfokuskan kajiannya pada pemanfaatan pupuk organik berbasis mikoriza untuk meningkatkan hasil kedelai di daerah semi arid tropis Lombok Utara juga memberikan hasil serupa, aplikasi pupuk hayati mikoriza indigenus disertai pemberian pupuk kandang mampu meningkatkan kinerja biologis mikoriza yang pada ahirnya dapat meningkatkan hasil tanaman.  


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian dari makalah diatas, dapat disimbulkan bahwa:

1. Mikoriza merupakan salah satu kelompok fungi yang bersimbiosis mutualisme dengan akar tanaman tingkat tinggi.

2. Hal-hal yang mempengaruhi kerja mikoriza yaitu: suhu, pH tanah, bahan organik, cahaya dan unsur hara.

3. Jamur yang menginfeksi sistem perakaran tanaman inang, akan memproduksi jalinan hifa secara intensif di luar sel akar, di dalam sel akar atau di luar dan di dalam sel akar sekaligus.

4. Peranan mikoriza terhadap tanaman diantaranya: meningkatkan penyerapan unsur hara, meningkatkan ketahanan terhadap patogen, meningkatkan ketahanan cekaman kekeringan, memproduksi hormon dan zat pengatur tumbuh

3.2 Saran

Dengan melihat peranan mikroba dalam menyediakan unsur hara serta zat pengatur tumbuh, maka perlu dikaji lebih mendalam terkait jenis-jenis mikroba yang bermanfaat bagai tanaman.

DAFTAR PUSTAKA

Aini D. L. Q. 2018. Kombinasi Trichoderma harzianum dan Pupuk Mikoriza untuk Mengendalikan Penyakit Moler pada Tanaman Bawang Merah. [skripsi] Universitas Jember.

MF, Swenson W, Querejeta JJ, Warburton LME, Treseder KK. 2003. Ecology of mycorrhizae: A conceptual framework for complex interactions among plants and fungi. Annu Rev Phytopathol41:271–303.

Astiko, W., I.R. Sastrahidayat, S. Djauhari dan A. Muhibuddin. 2013. Peranan mikoriza indigenus pada pola tanam berbeda dalam meningkatkan hasil kedelai di tanah berpasir (studi kasus di lahan kering Lombok Utara. Disertasi, Pascasarjana Universitas Brawijaya. pp. 210

Astiko, W, Sudantha, I.M. Isnaini, M dan Ernawati, N.M.L. 2018. Upaya meningkatkan hasil bawang merah dengan aplikasi pupuk hayati mikoriza di Desa Seteluk Kecamatan Batulayar Lombok Barat, J. Abdi Insani. 7(2): 45-54

Astiko W., I. M. Sudandtha, M. Windarningsih dan I. Muthahanas. 2018. Hasil Empat Varietas Bawang Merah dengan Aplikasi Pupuk Hayati Mikoriza di Desa Seteluk Kecamatan Batulayar Kabupaten Lombok Barat. Jurnal Sinergitas PkM dan CSR. 3 (1) : 1-10.

Atmaja, I. W. D. 2001. Bioteknologi Tanah. Jurusan Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Denpasar. 

Hall, Yun W, Amicucci A. 2003. Cultivation of edible ectomycorrhizal mushroom.Trend in Biotechnol21 : 433-438.

Hasbi, R. 2005. “Studi Diversitas Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) Pada Berbagai Tanaman Budidaya di LahanGambut Pontianak”.JurnalAgrosains 2(1):46-51.

Nuhamara, S. T. 2009. Peranan Mikoriza untuk Reklamasi Lahan Kritis. Program Pelatihan Biologi dan Bioteknologi Mikoriza.

Paul, E. A and C Pang, P. . 1980. “Effect Of VAM On 14 C And 15 N Distribution In NodulatedFababeans”. Journal Soil, 60, : 241-249.

Pujianto. 2001. Pemanfaatan Jasad Mikroba, Jamur Mikoriza dan Bakteri dalam System Pertanian Berkelanjutan di Indonesia, Tinjauan dari Presektif Falsafah Sains. Makalah Falsafah Sains Program Pasca Sarjana Institut Teknologi Pertanian Bogor.

Querejeta JI, Egerton-Warburton LM, Allen MF. 2003. Direct nocturnal water transfer from oaks to their mycorrhizalsymbionts during severe soil drying. Oecologia134:55–64.

Rungkat, J. A. 2009. Peranan VMA Dalam Meningkatkan Pertumbuhan dan Produksi Tanaman. Jurnal FORMAS 4. Hal 270-276.

Santosa, B. 1989.Mikoriza: Peranan dan Hubunganya dengan Kesuburan Tanah. Yayasan Pembina Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.

Santoso E. 1988. Pengaruh Mikoriza terhadap diameter dan berat kering anakan Dipterocorparaceae.Bul pen Hutan.532: 11-18.

Setiadi, Y. 1989. Pemanfaatan Mikro Organisme dalam Kehutanan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB. Bogor.

Smith, S. E. dan Read.1997 .Mycorrhizal symbiosis. Academic Press, London.

Whipps JM. 2004. Prospects and limitations for mycorrhizas in biocontrol of root pathogens. Can J Bot,82:1198–1227.

Wiliodorus, W. Sasli, E. Syahputra. 2020. Respons Tanaman Bawang Merah terhadap Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) dan Pemotongan Umbi pada Gambut. Agrofood. 2 (2) : 29-41.