“ SEUTAR BALLA LOMPOA ”
Museum Balla Lompoa terletak di Sungguminahasa, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan Museum Balla Lompoa didirikan pada masa pemerintahan Raja Goawa XXXV , Mangngi Mangngi Daeng Mattutu pada tahun 1936. Museum Balla Lompoa ini dulunya berfungsi sebagai kerajaan atau istana Raja Gowa dan berfungsi sebagai tempat bermusyawah sekaligus tempat kediaman Raja. Balla Lompoa dalam bahasa makassar berarti rumah besar atau rumah kebesaran. ISTANA BALLA LOMPOA ini diresmikan oleh PROF.DR.HARYATI SOEBADIO, ibu direktur jenderal kebudayaan pada tanggal 6 Februari 1981.
Di dalam Museum Balla Lompoa terdapat berbagai macam peninggalan kerajaan termasuk benda-benda pusaka, mahkota dan berbagai perhiasan berharga serta terpampang pula silsilah keluarga kerajaan gowa , mulai Raja Gowa I Tomanurunga Abad XIII sampai Raja Gowa terakhir Sultan Mohammad Abdul Kadir Aididdin A Idjo Karaeng Lalongan 1947-1957. Bangunan utama istana berukuran 60×40 meter dan ruang penerima tamu berukuran 40×4.5 meter. seluruh bangunan dan atapnya terbuat dari kayu ulin atau kayu besi. bangunan ini merupakan bangunan khas bugis yaitu berupa rumah panggung dan memiliki banyak jendela dan tiang rumah ini berjumlah 59 tiang.
Raja Gowa yang pertama merupakan seoarang putri yang turun dari khayangan yang beranama Tumanurung dan suaminya yang bernama Karaeng Bajo dan putranya Tumasaranggen. Di museum ini terdapata sebuah Mahkota, dan mahkota itu adalah milik Tumanurung. Mahkota tersebut disimpan di sebuah ruangan khusus dan digembok secara rapat. Mahkota teresebut di jaga ketat dan di cek 1 kali 1 tahun. Selain mahkota tersebut juga terdapat beberapa benda lainnya seperti keris, parang, gelang, kalung, anting-anting, tombak dll.
Benda-benda pusaka tersebut dibersihkan sekali dalam satu tahun, dan dikenal sebagai Upacara Accera Kalompoang. Upacara Accera Kalompoang merupakan upacara adat untuk membersihkan benda-benda pusaka peninggalan Kerajaan Gowa yang tersimpan di Museum Balla Lompoa. Inti upacara ini disebut allangiri kalompoang, yaitu pembersihan dan penimbangan salokoa (mahkota) yang dibuat pada abad ke-14.
Benda-benda kerajaan yang dibersihkan di antaranya:
1. Tombak rotan berambut ekor kuda (panyanggaya barangan)
2. Parang besi tua (lasippo)
3. Keris emas yang memakai permata (tatarapang)
4. Senjata sakti sebagai atribut raja yang berkuasa (sudanga)
5. Gelang emas berkepala naga (ponto janga-jangaya)
6. Kalung kebesaran (kolara)
7. Anting-anting emas murni (bangkarak ta‘roe)
8. Kancing emas (kancing gaukang)
Pencucian benda-benda kerajaan tersebut menggunakan air suci yang dipimpin oleh seorang Anrong Gurua (Guru Besar) dan diawali dengan pembacaan surat Al-Fatihah secara bersama-sama oleh para peserta upacara . Khusus untuk senjata-senjata pusaka seperti keris, parang dan mata tombak, pencuciannya diperlakukan secara khusus, yakni digosok dengan minyak wangi, rautan bambu, dan jeruk nipis. Pelaksanaan upacara ini disaksikan oleh para keturunan Raja-Raja Gowa, dan masayakat umum dengan syarat harus berpakaian adat Makassar pada saat acara.
Penimbangan salokoa atau mahkota emas murni seberat 1.768 gram ( Mahkota ini pertama kali dipakai oleh Raja Gowa, I Tumanurunga, yang kemudian disimbolkan dalam pelantikan Raja- Raja Gowa berikutnya.) dengan diameter 30 cm dan berhias 250 butir berlian. Makna penimbangan ini merupakan petunjuk bagi kehidupan mereka di masa yang akan datang. Jika timbangan mahkota tersebut berkurang, maka itu menjadi pertanda akan terjadi bala atau bencana di daerah Gowa. Sebaliknya, jika timbangan mahkota tersebut bertambah, maka itu menjadi pertanda kemakmuran akan datang bagi masyarakat Gowa. Konon suatu waktu, mahkota yang beratnya kurang dari 2 kilogram ini tidak dapat diangkat oleh siapa pun, bahkan 4 orang sekaligus berusaha mengangkatnya, namun tetap saja tidak sanggup.
Upacara adat yang sakral ini pertama kali dilaksanakan oleh Raja Gowa yang pertama kali memeluk Islam, yakni I Mangngarrangi Daeng Mangrabbia Karaeng Lakiung Sultan Alauddin pada tanggal 9 Jumadil Awal 1051 H. atau 20 September 1605. Meskipun Raja Gowa XIV itu telah memulainya, namun upacara ini belum dijadikan sebagai tradisi. Raja Gowa XV, I Mannuntungi Daeng Mattola Karaeng Ujung Karaeng Lakiung Sultan Malikussaid Tumenanga Ri Papambatuna, mentradisikan upacara ini pada setiap tanggal 10 Zulhijjah, yakni setiap selesai shalat Idul Adha. Selanjutnya, Raja Gowa XVI, I Mallombasi Daeng Mattawang Karaeng Bontomanggape Sultan Hasanuddin Tumenanga ri Balla Pangkana yang digelar Ayam Jantan dari timur, memasukkan unsur-unsur Islam ke dalam upacara ini, yakni penyembelihan hewan kurban. Sejak itu, Raja-raja Gowa berikutnya terus melaksanakan upacara Accera Kalompoang ini dan sampai sekarang terus dilaksanakan oleh para keturunan mereka. Upacara adat Accera Kalompoang digelar sekali setahun, yakni setiap usai shalat Idul Adha pada tanggal 10 Zulhijjah di Museum Balla Lompoa (Jl. Sultan Hasanuddin No. 48 Sungguminasa, Somba Opu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan).
• PAKAIAN TRADISIONAL (Baju Bodo)
Nah, disini juga ada pakaian khas tradisional Makassar yaitu Baju Bodo yang menarik, saat melihat koleksi baju bodo - pakaian adat perempuan Bugis Makassar. Kata bodo berarti tanpa lengan.
Untuk pemakaian baju bodo terdapat aturan tersendiri. Untuk warna jingga, dipakai oleh perempuan umur 10 tahun. Sedangkan yang berwarna jingga dan merah darah dapat digunakan oleh perempuan umur 10-14 tahun. Untuk umur 14-17 tahun ketika beranjak jadi gadis, sang perempuan memakai baju bodo belapis dua, yang disebut baju ”tawang”. Sedangkan warna merah darah untuk 17-25 tahun. Adapun baju bodo berwarna putih diperuntukkan bagi para inang dan dukun. Warna hijau untuk puteri bangsawan dan yang berwarna ungu untuk para janda.
• SALOKOA
Salokoa adalah "Mahkota Kerajaan Gowa", terbuat dari bahan emas murni dan beberapa butiran permata, berlian, dan lain-lain. Diameternya sebesar 30 cm, jumlah permata 250 batang, berat 1.768 gram. Bentuknya menyerupai kerucut bunga teratai yang memiliki lima helai kelopak daun. Salokoa merupakan salah satu benda kebesaran Kerajaan Gowa yang digunakan sebagai mahkota bila ada penobatan Raja Gowa. Benda ini berasal dari Raja Gowa pertama, Tumanurunga (abad ke XIII) dan diipakai sampai Raja Gowa ke XXXVI.
• SULAMPE
Sulampe ini digunakan oleh penunggu jenazah raja, sebanyak 18 orang (Sembilan orang setiap sisi jenazah). Kain itu d letakkan d pundak.
• PAKAIAN KADI
Fungsinya :
1. Memutuskan perkara
2. Menikahkan raja dengan kekasihnya
3. Membacakan talkie, apabila raja dan keluarganya wafat
• PAYUNG LALANG SIPUE
Terbuat dari daun lontara. Fungsinya dipakai saat pelantikan raja-raja Gowa.
• Benda keramik terbuat dari Kaolin, tanah liat, pewarna alami grasir merupakan salah satu adanya perdagangan dan kontak kerajaan Gowa dengan kerajaan lainnya pada masa lampau. Contohnya, :
* Cepak Thailona Swank Halok abad ke-14 sampai dengan 16
* Mangkuk Cina yaitu Dinasti Qing abad ke-15 sampai 19
* Mang – Cina yaitu Dinasti ming abad ke-15 sampai dengan 16
Selain itu juga terdapat naskah lontara , kitab Al-Quran yang ditulis tangan berangka tahun 1848, juga benda-benda yang lain seperti guci, keramik, alat musik tradisional, dan beberapa uang kuno.
Dari poster aksara lontara, bahwa ada tiga jenis aksara lontara bugis Makassar, yang pertama aksara lontara toa jangang-jangang yang merupakan aksara lontara tempo dulu. Kedua, aksara lontara sulapa eppa (bujur sangkar), yang digunakan umum di masyarakat. Trakhir, aksara lontara bilang-bilang, khusus digunakan di kerajaan dimaksudkan untuk menjaga kerahasiaan kerajaan. Lontara toa dan bilang-bilang hanya memiliki aksara vokal A. berbeda dengan lontara sulapa eppa (bujur sangkar) yang memiliki bunyi bervariasi, A, I, U, E, O, E’. aksara ini dibuat oleh Daeng Pamatte (syahbandar Kerajaan Gowa, pada tahun 1958).